Gak kerasa nih kita udah masuk di bulan April, itu
berarti udah dekat juga dengan pesta rakyat yang namanya pemilu. Nah kali ini
gue mau ngomong agak serius dikit ah, biar dibilang intelek gituh. Biar
dibilang pinter padahal bodohnya kebangetan. Kek anggota yang ada di Senayan,
you know what I mean lahhh. :D
Kalau liat acara di tipi, saban waktu pasti ada aja
iklan kampanye yang wara-wiri di sana-sini. Gak pagi, gak siang, gak malem,
mereka selalu muncul bak penghilang dahaga yang bakal merubah masa depan bangsa
ini. Mereka berlomba-lomba untuk memberitahukan visi-misi mereka dengan
gamblang. Beberapa stasiun televisi juga gencar melakukan acara debat kandidat calon
anggota legislatif. Dengan berbusa-busa mereka menjawab setiap pertanyaan dari
para audience. Bukan hanya itu, liputan mengenai caleg-caleg yang berangkat
dari kalangan bawah, gencar muncul di layar televisi. Misalnya, tukang sol
sepatu yang menjadi caleg, tukang jual baju yang mencoba peruntungannya di
pemerintahan, si Jomblo yang kampanye sana-sini biar cepet dapet pacar (salah fokus -__-"! ). Kalau jaman dulu, artis yang rame-rame jadi caleg, sekarang
rakyat bawah yang rame-rame nyaleg. Semoga saja kualitas dan kapabilitas mereka
mumpuni gak kayak caleg di bawah ini. #muehehee
Tapi sayangnya, berkaca dari pemilu yang
sudah-sudah, gue sendiri pesimis kalau Indonesia bakalan bisa berubah dengan
kehadiran kandidat calon legislatif yang pandai berbicara di depan umum atau mereka
yang datang dari kalangan bawah. Kenapa gue bilang begini, karena saat mereka
nanti menjadi anggota dewan yang terhormat, mereka akan berbenturan dengan
kepentingan lain. Mereka bakal melempem, tak bisa berkutik. Loh kok bisa? Ya jelas
bisalah, orang yang duduk di kursi dewan kan berasal dari banyak partai, yang berarti
banyak juga kepentingan. Seandainya wakil yang kalian pilih punya keinginan untuk
mewujudkan apa yang diinginkan oleh pemilihnya, belum tentu hal itu disetujui
oleh anggota yang lain. Kalaupun wakil kamu gencar mementingkan pemilihnya, dia
bakal kehabisan tenaga karena kekurangan dukungan. Yang pada ujungnya, mereka
akan menyerah dan pasrah mengikuti arus lalu secara tidak langsung telah melupakan orang-orang yang telah
memilihnya. Gak percaya? Lihat aja nanti. :D
Negara kita sebenarnya meniru sistem ketatanegaraan
Amerika Serikat yang berdasarkan konsep Trias Politica (Montesquieu). Ajaran
trias politica tersebut adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara
menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Tapi di sana partai cuma
ada dua, partai Demokrat dan partai Republik. Berarti di sana hanya ada dua
kepentingan. Mengapa mereka hanya dua partai, karena mereka menjalankan pemilu menggunakan
Sistem Distrik, sementara di negara kita menggunakan Sistem Proporsional.
Sistem distrik
Sistem ini berdasarkan lokasi daerah pemilihan,
bukan berdasarkan jumlah penduduk. Dari semua calon, hanya akan ada satu
pemenang. Dengan begitu, daerah yang sedikit penduduknya memiliki wakil yang
sama dengan daerah yang banyak penduduknya, dan tentu saja banyak suara
terbuang. Karena wakil yang akan dipilih adalah orangnya langsung, maka pemilih
bisa akrab dengan wakilnya.
Kelebihan Pemilu sistem Distrik
1. Sistem ini
merangsang terjadinya integrasi diantara partai, disebabkan kursi kekuasaan
yang diperebutkan hanya satu.
2. Perpecahan
partai dan pembentukan partai baru bisa dihambat, bahkan bisa mendorong
penyederhanaan partai secara natural.
3. Distrik ialah
daerah kecil, karena itu wakil terpilih kemungkinan akan dikenali dengan baik
oleh komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih dekat.
4.
Untuk partai
besar, lebih gampang untuk memperoleh kedudukan mayoritas di parlemen.
5.
Jumlah partai
yang terbatas menyebabkan stabilitas politik mudah tercapai.
Kelemahan Pemilu Sistem Distrik
1. Partai besar
lebih berkuasa karena terdapat kesenjangan persentase suara yang diperoleh
dengan jumlah kursi di partai politik
2.
Partai kecil dan
minoritas merugi sebab sistem ini menyebabkan banyak suara terbuang.
3.
Sistem ini
kurang mewakili kepentingan masyarakat heterogen & pluralis.
4. Anggota Parlemen
terpilih cenderung mengutamakan kepentingan daerahnya dibanding kepentingan
nasional.
Sistem Proporsional
Sistem yang melihat pada jumlah penduduk yang
merupakan peserta pemilih. Berbeda dengan sistem distrik, wakil dengan pemilih
kurang dekat karena wakil dipilih melalui tanda gambar kertas suara saja.
Sistem proporsional banyak dianut oleh negara multipartai, seperti Italia,
Indonesia, Swedia, dan Belanda.
Kelebihan Pemilu Sistem Proporsional
1. Dinilai lebih
mewakili suara rakyat sebab perolehan suara partai sama dengan persentase
kursinya di parlemen.
2. Setiap suara
dihitung & tidak ada yg terbuang sehingga partai kecil & minoritas
mempunyai kesempatan memperoleh suara dan menempatkan wakilnya di parlemen.
Sistem ini dianggap lebih mewakili masyarakat pluralis dan heterogen.
Kekurangan Sistem Proporsional
1. Sistem
proporsional ini kurang mendukung adanya integrasi partai politik. Jumlah
partai yang semakin banyak menghambat integrasi partai.
2. Wakil rakyat
kurang dekat dengan pemilihnya, tapi lebih dekat dengan partainya. Hal ini
memberikan kedudukan yang kuat pada dewan pimpinan partai untuk menentukan
wakilnya di parlemen.
3. Banyaknya partai
yang bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi mayoritas.
Hal ini menyebabkan sulitnya mencapai stabilitas politik dalam parlemen, karena
partai harus menyandarkan diri pada koalisi.
Di negara tercinta kita ini ada 12 partai (plus 3 partai dari NAD) yang ikut
pemilu, itu berarti akan ada 15 kepentingan di dalamnya, yang mana setiap
partai akan gigih memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Gak heran kan jika
wakil yang kita pilih menjadi seperti tak bisa apa-apa di dalam sana. Mereka akhirnya
mengikuti arus, di mana suara terbanyak, di situ mereka akan manggut-manggut.
Gue cerita di sini bukan bermaksud untuk membuat
kalian pesimis apalagi mengajak kalian untuk golput. Gue cuma mau ngasih
gambaran kenapa sih wakil yang kita pilih gak berbuat banyak setelah terpilih. Jadi
saat wakil kalian mengecewakan, jangan salahkan wakilnya, tapi salahkan rumput
yang bergoyang, eh salahkan sistemnya ding.
Lagi-lagi dengan adanya banyak partai, rakyat yang
akan dirugikan. Biaya pemilu membengkak, biaya kampanye tinggi, biaya nikah mahal (loh kok). Gak heran kalau
banyak caleg yang gagal terpilih akan menjadi stres bahkan gila, ya minimal caleg bakal galau lah kalau gak kepilih. Mereka pasti bakal bingung
bagaimana mengembalikan modal yang dikeluarkannya saat kampanye, yang paling
sial adalah mereka yang berhutang miliaran tapi gagal menjadi caleg, padahal mereka sudah jual sana-sini, gadai ini itu. Bukan
hanya itu, bagi mereka yang terpilih dan duduk di kursi legislatif, mereka akan berusaha mendapatkan uang yang banyak untuk bisa mengembalikan modal
kampanye. Berbagai macam cara akan mereka lakukan untuk mendapatkannya, mulai
bagi-bagi jatah proyek sampai terima suap sana-sini. Kalau sudah begini, rakyat
lagi yang akan dirugikan.
Melihat semua itu, apakah ini yang dikatakan sebagai
pesta rakyat? Untuk pesta rakyat sesaat, gue bisa katakan iya. Tapi untuk pesta
rakyat jangka panjang, tentunya tidak. Gimana gak pesta kalau di sana-sini ada
panggung hiburan gratis, ada makanan gratis, ada kaos gratis yang dibagikan
caleg, ada konvoi di jalan dengan membawa bendera yang berwarna-warni dan
tentunya bagi-bagi uang di serangan fajar. Tapi apakah hal itu saja sudah
cukup, tentu tidak. Setelahnya, kita akan hidup dengan perjuangan berat untuk
menyambung hidup. Sementara mereka akan senang dengan mainan barunya, berupa
bangku-bangku baru yang terus mereka duduki sehingga lupa untuk turun ke
rakyat. Kegiatan mereka akan diisi dengan tidur di dalam gedung yang megah
sementara rakyatnya diteriki matahari. Mereka akan berplesiran ke luar negeri
dengan dalih study banding tapi pulang membawa banyak oleh-oleh barang branded, sementara
rakyatnya kesusahan mencari makan dan terus memakai baju dekil karena tak bisa
membeli baju baru. Mereka akan senang hati untuk memakai uang rakyat demi kesenangannya. Walau tidak semua wakil rakyat seperti itu tapi pada kenyataannya banyak sekali yang wakil rakyat yang melakukan hal demikian.
Kami rakyat biasa hanya butuh wakil yang jujur,
bukan tukang nyinyir. Kami ingin wakil rakyat yang merasakan apa yang dirasakan
rakyatnya, bukan hobi berplesiran ke luar negeri. Kamu mau wakil rakyat yang mau melayani
rakyatnya, bukan yang maunya hanya dilayani dan ngabisin uang rakyat. Kami butuh wakil rakyat yang
mengayomi, bukan yang sukanya basa-basi. Kami ingin wakil rakyat yang bukan cumanya
bisa perintah sana perintah sini tapi lambat untuk turun ke bawah. Kami butuh wakil rakyat yang mau berusaha sekuat tenaga untuk membela rakyatnya yang akan dipancung di
luar negeri, bukan wakil rakyat yang cuma bisa bilang “Turut Prihatin.”
Nah, dari gambaran yang gue jelasin di atas, semuanya kembali ke diri kita masing-masing. Apa pun warna partaimu yang penting kita tetap bersatu. Semoga saja wakil rakyat kita di lima tahun ke depan adalah orang-orang yang amanah, wakil yang mementingkan rakyatnya bukan golongannya. Amin…! Sekian dan terimakasih. :D
Nah, dari gambaran yang gue jelasin di atas, semuanya kembali ke diri kita masing-masing. Apa pun warna partaimu yang penting kita tetap bersatu. Semoga saja wakil rakyat kita di lima tahun ke depan adalah orang-orang yang amanah, wakil yang mementingkan rakyatnya bukan golongannya. Amin…! Sekian dan terimakasih. :D
Ingat, tanggal 9 April 2014. Jangan salah pilih.
Kenali wakilmu sejak dini.