Pesta Rakyat 2014

Gak kerasa nih kita udah masuk di bulan April, itu berarti udah dekat juga dengan pesta rakyat yang namanya pemilu. Nah kali ini gue mau ngomong agak serius dikit ah, biar dibilang intelek gituh. Biar dibilang pinter padahal bodohnya kebangetan. Kek anggota yang ada di Senayan, you know what I mean lahhh. :D


Kalau liat acara di tipi, saban waktu pasti ada aja iklan kampanye yang wara-wiri di sana-sini. Gak pagi, gak siang, gak malem, mereka selalu muncul bak penghilang dahaga yang bakal merubah masa depan bangsa ini. Mereka berlomba-lomba untuk memberitahukan visi-misi mereka dengan gamblang. Beberapa stasiun televisi juga gencar melakukan acara debat kandidat calon anggota legislatif. Dengan berbusa-busa mereka menjawab setiap pertanyaan dari para audience. Bukan hanya itu, liputan mengenai caleg-caleg yang berangkat dari kalangan bawah, gencar muncul di layar televisi. Misalnya, tukang sol sepatu yang menjadi caleg, tukang jual baju yang mencoba peruntungannya di pemerintahan, si Jomblo yang kampanye sana-sini biar cepet dapet pacar (salah fokus -__-"! ). Kalau jaman dulu, artis yang rame-rame jadi caleg, sekarang rakyat bawah yang rame-rame nyaleg. Semoga saja kualitas dan kapabilitas mereka mumpuni gak kayak caleg di bawah ini. #muehehee 


Tapi sayangnya, berkaca dari pemilu yang sudah-sudah, gue sendiri pesimis kalau Indonesia bakalan  bisa berubah dengan kehadiran kandidat calon legislatif yang pandai berbicara di depan umum atau mereka yang datang dari kalangan bawah. Kenapa gue bilang begini, karena saat mereka nanti menjadi anggota dewan yang terhormat, mereka akan berbenturan dengan kepentingan lain. Mereka bakal melempem, tak bisa berkutik. Loh kok bisa? Ya jelas bisalah, orang yang duduk di kursi dewan kan berasal dari banyak partai, yang berarti banyak juga kepentingan. Seandainya wakil yang kalian pilih punya keinginan untuk mewujudkan apa yang diinginkan oleh pemilihnya, belum tentu hal itu disetujui oleh anggota yang lain. Kalaupun wakil kamu gencar mementingkan pemilihnya, dia bakal kehabisan tenaga karena kekurangan dukungan. Yang pada ujungnya, mereka akan menyerah dan pasrah mengikuti arus lalu secara tidak langsung telah melupakan orang-orang yang telah memilihnya. Gak percaya? Lihat aja nanti. :D


Negara kita sebenarnya meniru sistem ketatanegaraan Amerika Serikat yang berdasarkan konsep Trias Politica (Montesquieu). Ajaran trias politica tersebut adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Tapi di sana partai cuma ada dua, partai Demokrat dan partai Republik. Berarti di sana hanya ada dua kepentingan. Mengapa mereka hanya dua partai, karena mereka menjalankan pemilu menggunakan Sistem Distrik, sementara di negara kita menggunakan Sistem Proporsional.

Sistem distrik
Sistem ini berdasarkan lokasi daerah pemilihan, bukan berdasarkan jumlah penduduk. Dari semua calon, hanya akan ada satu pemenang. Dengan begitu, daerah yang sedikit penduduknya memiliki wakil yang sama dengan daerah yang banyak penduduknya, dan tentu saja banyak suara terbuang. Karena wakil yang akan dipilih adalah orangnya langsung, maka pemilih bisa akrab dengan wakilnya.

Kelebihan Pemilu sistem Distrik
1.  Sistem ini merangsang terjadinya integrasi diantara partai, disebabkan kursi kekuasaan yang diperebutkan hanya satu.
2.  Perpecahan partai dan pembentukan partai baru bisa dihambat, bahkan bisa mendorong penyederhanaan partai secara natural.
3.    Distrik ialah daerah kecil, karena itu wakil terpilih kemungkinan akan dikenali dengan baik oleh komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih dekat.
4.      Untuk partai besar, lebih gampang untuk memperoleh kedudukan mayoritas di parlemen.
5.      Jumlah partai yang terbatas menyebabkan stabilitas politik mudah tercapai.

Kelemahan Pemilu Sistem Distrik
1.   Partai besar lebih berkuasa karena terdapat kesenjangan persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai politik
2.      Partai kecil dan minoritas merugi sebab sistem ini menyebabkan banyak suara terbuang.
3.      Sistem ini kurang mewakili kepentingan masyarakat heterogen & pluralis.
4. Anggota Parlemen terpilih cenderung mengutamakan kepentingan daerahnya dibanding kepentingan nasional.

 Sistem Proporsional
Sistem yang melihat pada jumlah penduduk yang merupakan peserta pemilih. Berbeda dengan sistem distrik, wakil dengan pemilih kurang dekat karena wakil dipilih melalui tanda gambar kertas suara saja. Sistem proporsional banyak dianut oleh negara multipartai, seperti Italia, Indonesia, Swedia, dan Belanda.

Kelebihan Pemilu Sistem Proporsional
1.   Dinilai lebih mewakili suara rakyat sebab perolehan suara partai sama dengan persentase kursinya di parlemen.
2.  Setiap suara dihitung & tidak ada yg terbuang sehingga partai kecil & minoritas mempunyai kesempatan memperoleh suara dan menempatkan wakilnya di parlemen. Sistem ini dianggap lebih mewakili masyarakat pluralis dan heterogen.

Kekurangan Sistem Proporsional
1.   Sistem proporsional ini kurang mendukung adanya integrasi partai politik. Jumlah partai yang semakin banyak menghambat integrasi partai.
2.  Wakil rakyat kurang dekat dengan pemilihnya, tapi lebih dekat dengan partainya. Hal ini memberikan kedudukan yang kuat pada dewan pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di parlemen.
3.  Banyaknya partai yang bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi mayoritas. Hal ini menyebabkan sulitnya mencapai stabilitas politik dalam parlemen, karena partai harus menyandarkan diri pada koalisi.

Di negara tercinta kita ini ada 12 partai (plus 3 partai dari NAD) yang ikut pemilu, itu berarti akan ada 15 kepentingan di dalamnya, yang mana setiap partai akan gigih memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Gak heran kan jika wakil yang kita pilih menjadi seperti tak bisa apa-apa di dalam sana. Mereka akhirnya mengikuti arus, di mana suara terbanyak, di situ mereka akan manggut-manggut.


Gue cerita di sini bukan bermaksud untuk membuat kalian pesimis apalagi mengajak kalian untuk golput. Gue cuma mau ngasih gambaran kenapa sih wakil yang kita pilih gak berbuat banyak setelah terpilih. Jadi saat wakil kalian mengecewakan, jangan salahkan wakilnya, tapi salahkan rumput yang bergoyang, eh salahkan sistemnya ding.
Lagi-lagi dengan adanya banyak partai, rakyat yang akan dirugikan. Biaya pemilu membengkak, biaya kampanye tinggi, biaya nikah mahal (loh kok). Gak heran kalau banyak caleg yang gagal terpilih akan menjadi stres bahkan gila, ya minimal caleg bakal galau lah kalau gak kepilih. Mereka pasti bakal bingung bagaimana mengembalikan modal yang dikeluarkannya saat kampanye, yang paling sial adalah mereka yang berhutang miliaran tapi gagal menjadi caleg, padahal mereka sudah jual sana-sini, gadai ini itu. Bukan hanya itu, bagi mereka yang terpilih dan duduk di kursi legislatif, mereka akan berusaha mendapatkan uang yang banyak untuk bisa mengembalikan modal kampanye. Berbagai macam cara akan mereka lakukan untuk mendapatkannya, mulai bagi-bagi jatah proyek sampai terima suap sana-sini. Kalau sudah begini, rakyat lagi yang akan dirugikan.
Melihat semua itu, apakah ini yang dikatakan sebagai pesta rakyat? Untuk pesta rakyat sesaat, gue bisa katakan iya. Tapi untuk pesta rakyat jangka panjang, tentunya tidak. Gimana gak pesta kalau di sana-sini ada panggung hiburan gratis, ada makanan gratis, ada kaos gratis yang dibagikan caleg, ada konvoi di jalan dengan membawa bendera yang berwarna-warni dan tentunya bagi-bagi uang di serangan fajar. Tapi apakah hal itu saja sudah cukup, tentu tidak. Setelahnya, kita akan hidup dengan perjuangan berat untuk menyambung hidup. Sementara mereka akan senang dengan mainan barunya, berupa bangku-bangku baru yang terus mereka duduki sehingga lupa untuk turun ke rakyat. Kegiatan mereka akan diisi dengan tidur di dalam gedung yang megah sementara rakyatnya diteriki matahari. Mereka akan berplesiran ke luar negeri dengan dalih study banding tapi pulang membawa banyak oleh-oleh barang branded, sementara rakyatnya kesusahan mencari makan dan terus memakai baju dekil karena tak bisa membeli baju baru. Mereka akan senang hati untuk memakai uang rakyat demi kesenangannya. Walau tidak semua wakil rakyat seperti itu tapi pada kenyataannya banyak sekali yang wakil rakyat yang melakukan hal demikian.
Kami rakyat biasa hanya butuh wakil yang jujur, bukan tukang nyinyir. Kami ingin wakil rakyat yang merasakan apa yang dirasakan rakyatnya, bukan hobi berplesiran ke luar negeri. Kamu mau wakil rakyat yang mau melayani rakyatnya, bukan yang maunya hanya dilayani dan ngabisin uang rakyat. Kami butuh wakil rakyat yang mengayomi, bukan yang sukanya basa-basi. Kami ingin wakil rakyat yang bukan cumanya bisa perintah sana perintah sini tapi lambat untuk turun ke bawah. Kami butuh wakil rakyat yang mau berusaha sekuat tenaga untuk membela rakyatnya yang akan dipancung di luar negeri, bukan wakil rakyat yang cuma bisa bilang “Turut Prihatin.”
Nah, dari gambaran yang gue jelasin di atas, semuanya kembali ke diri kita masing-masing. Apa pun warna partaimu yang penting kita tetap bersatu. Semoga saja wakil rakyat kita di lima tahun ke depan adalah orang-orang yang amanah, wakil yang mementingkan rakyatnya bukan golongannya. Amin…! Sekian dan terimakasih. :D


Ingat, tanggal 9 April 2014. Jangan salah pilih. Kenali wakilmu sejak dini. 

Leave a Reply