Kalian pada tau dong kalau bulan ini adalah bulan
Agustus, bulan di mana bangsa ini merdeka 69 tahun yang lalu. Perang merebut
kemerdakaan itu gaklah semudah seperti kita “war” di twitter yang kalau udah
kesel tinggal no mention, unfollow-unfollowan, block-blockan sampai ngeRAS
(Report As a Spam). War jaman dulu itu bener-bener perang, mereka para pejuang
berani mengorbankan nyawanya demi sebuah kemerdekaan. Mereka berani menumpahkan
darahnya demi ibu pertiwi. Untuk itulah kita seharusnya berterima kasih kepada
para pahlawan yang telah gugur di medan perang. Berkat mereka, negara kita
bersatu, negara kita merdeka, negara kita berdaulat dari Sabang sampai Merauke.
#respect.
Nah kalau ada seseorang yang mau memecah belah kita
karena beda pilihan, karena pilihan kita kalah tapi gak mau mengaku kalah,
jangan mau terpancing jadi emosi, coba kaji lagi lebih dalam, lebih penting
ngebela dia apa ngebela keutuhan negara kita yang tercinta ini. Sudahlah,
perbedaan itu anugerah, menang kalah itu hanya sementara. Semua itu adalah
pembelajaran untuk kita semua.
Bagi kalian yang masih sekolah, setiap bulan Agustus
itu pasti identik dengan upacara Bendera. Kebanyakan dari kita biasanya paling
males kalau udah urusan upacara, termasuk gue waktu masih sekolah dulu. Gimana
enggak, setiap senin, selama belasan tahun terus-terusan mengikuti upacara.
Rutinitas yang membosankan, rutinitas yang buat bedak bisa cepat luntur karena
keringet mengucur. Buat yang kemarinnya abis ke salon untuk mutihin badan, pasti
males banget kalau harus diteriki matahari pagi. Bisa-bisa badan kembali jadi
hitam.
Rutinitas ini sepertinya menguras emosi kalian, ye
kan?. Mungkin karena kalian bosan melihat bendera merah putih bakal digantungin
lagi, sama seperti melihat hati kamu yang bakal digantungin lagi sama si dia
#eehh.
Kenapa sih kita bisa bosan dengan upacara bendera?
sebab kita kurang bisa memaknai acara seremonial itu. Kita gak paham betapa
upacara itu sangat penting bagi penerus bangsa, sebagai pengingat kepada
generasi penerus bahwa untuk bisa mengibarkan bendera merah putih di tiang
tertinggi, butuh pengorbanan jiwa dan raga, bukan pengorbanan bedak yang luntur
dan kulit yang menghitam. Coba seandainya kalian yang harus berperang, mungkin
kalian akan tahu betapa susahnya menaikkan sebuah bendera merah putih ke ujung tiang
yang tertinggi. Baru mau mengibarkan saja nyawa bisa-bisa melayang karena
ditembak kompeni.
Kalau kita udah tau betapa susahnya perjuangan para
pahlawan, kenapa kita gak menghargai perjuangan mereka. Setidaknya berjuanglah
untuk terus khidmat mengikuti upacara 17 agustus. Kelak nanti, saat kalian
sudah jauh dari bangku sekolah, saat kalian dibenamkan dalam kesibukan pekerjaan, kalian akan merindukan masa-masa itu. Sama seperti
apa yang banyak orang rasain termasuk gue. Perasaan yang merindukan saat-saat kami
menghormati bendera yang ditarik pelan-pelan, diiringi lagu Indonesia Raya
hingga kepuncaknya yang tertinggi. Gak heran kalau banyak orang berlomba-lomba
naik ke puncak gunung Mahameru, puncak gunung Rinjani, puncak gunung Jayawijaya
hanya untuk mengibarkan bendera Merah Putih. Mereka akan bangga bisa berjuang
membawa bendera itu ke puncak tertinggi di negeri ini. Mereka berjuang dengan
cara berbeda, mereka berjuang dengan caranya masing-masing.
Untuk itulah, kita sebagai penerus bangsa seharusnya senang hari itu datang, hari di mana kita bisa mengingat kembali perjuangan para pendahulu kita. Tunggulah hari kemerdekaan ini dengan penuh riang, jangan jadikan upacara
17 Agustus sebagai beban tahunan kalian. Jadikan 17 Agustus ini sebagai
pembakar semangat kalian untuk berkarya, berjuang dengan cara masing-masing
untuk mengharumkan bangsa Indonesia di mata dunia. Seperti pesan John F.
Kennedy, presiden Amerika Serikat ke 35.
“Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu,
tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu.”
Akhir kata, jangan pernah mengeluh saat upacara
bendera. Jangan pernah menghindarinya karena suatu saat kalian akan
merindukannya. Selamat menyambut hari 17 Agustus 2014.