Balon Yang Aneh


Sebagai seorang anak kecil, gue dulu polos banget, bukan cuma polos, gue juga penakut dan cenderung cengeng. Mungkin itulah sebabnya waktu kecil gue sering banget jadi bahan olok-olokan, atau sering kali dikerjain ama temen sebaya. Tapi di luar semua itu, gue orang yang gak gampang sakit hati dan cukup mudah untuk memaafkan. Selain itu gue orang yang mudah mempelajari sesuatu, mungkin karena gue orang yang penasaran akan suatu hal. Sayangnya, gak semua penasaran itu membuat gue diuntungkan, dan gak semua kebaikan akan berbuah kebaikan juga, malah sebaliknya.
Semasa kecil, tempat main gue kalau gak di sawah ya di laut. Kebetulan tempat gue tinggal dulu diapit ama pesawahan dan pesisir laut. Di sawah biasanya gue menghabiskan waktu untuk berburu burung, mancing belut atau ngejer-ngejer layangan putus. Sementara kalau di laut ya apalagi kerjaan gue selain berenang ampe jari-jari tangan keriput. Ada dua hal yang buat gue berhenti berenang dan naik dari air laut: dijemput emak yang takut anaknya berevolusi hingga memiliki insang kemudian berubah jadi putri duyung atau badan udah bener-bener kedinginan dan gak kuat lagi berendem di air.
Dari seringnya berenang di laut inilah gue mendapatkan pengetahuan baru tentang berbagai hal, mulai dari yang gak penting sampai yang gak penting banget, misalnya biar cepet bisa berenang, kita harus makan udang mentah. Karena waktu itu gue belum bisa berenang, dengan bersusah payah gue nyari udang kecil di saat air laut mulai surut. Pas dapet satu ekor, gue langsung makan mentah-mentah. Besoknya, pas air laut pasang, gue langsung nyemplung ke laut mencoba berenang, tapi gagal. Waktu itu gue mikirnya positif aja, ah mungkin udang yang gue makan kurang banyak. 
Karena gue gak menyerah gitu aja, gue nyari lagi udang kecil buat dimakan mentah-mentah. Keinginan gue ketika itu hanya satu, pengen bisa berenang, dan apa pun akan gue lakuin buat dapetin apa yang gue mau. Begitu seterusnya hingga beberapa minggu dengan upaya yang pantang menyerah gue pun bisa berenang. Saat itu gue meyakini, kemampuan udang bisa berenang itu sudah tertransfer ke dalam tubuh gue, dan hal ini gue ceritain ke temen-temen SD yang kebanyakan waktu itu belum bisa berenang, dan mereka pun percaya. Setelah tumbuh gede, akhirnya gue tahu, bukan udang itu yang ngebuat gue bisa berenang, tapi semangat untuk belajar berenang itu yang bisa bikin gue bener-bener bisa berenang.


Cerita lainnya tentang sesuatu hal yang baru, gue dapetin juga saat berenang di laut. Suatu pagi, di musim liburan sekolah, di saat air laut pasang, gue sama gerombolan seperti biasa bakal ngabisin waktu pagi-pagi buat berenang di laut. Di air yang pasang ini biasanya khanyut beberapa benda plastik dan sampah-sampah. Entah benda-benda itu datang dari mana karena gue sering banget nemuin mainan seperti mobil-mobilan, robot-robotan, serta benda-benda aneh yang gak pernah gue temuin selama ini. Dan nemu mainanlah yang bikin gue seneng bukan kepalang, karena orang tua gue bukan dari keluarga yang mampu, yang bisa beliin gue mainan berbagai rupa. Akhirnya mainan boleh nemu di laut itulah yang menjadi penghibur diri di rumah. Salah satu mainan yang pernah gue dapetin di laut dan ngebuat beberapa temen iri adalah gue nemu mobil-mobilan kecil yang bisa berubah jadi robot, dan belakangan gue tau kalau itu adalah robot Transformers. Pernah juga gue dan temen-temen nemuin sebuah karung besar penuh isi yang ternyata di dalamnya berisi bangkai kambing. Syukurnya itu hanya bangkai kambing, coba kenangan mantan, bisa panjang urusan.
Seperti biasa, jika anak-anak kecil di kampung kami ketemu air laut yang pasang, pastilah bahagianya bukan kepalang. Melihat air yang udah pasang sampai se leher, kami segera buka baju, celana, menaruhnya di bawah pohon kelapa kemudian berlari telanjang menyusuri dermaga kecil yang dibuat dari bambu. Beberapa perahu tertambat di sana, bergoyang-goyang terkena ombak kecil dan riak-riak kecil efek dari bobot tubuh kami yang menghujam ke laut.


Kami berenang agak sedikit ke tengah, karena kalau di pinggir airnya gak terlalu bersih. Air laut pagi rasanya cukup dingin karena matahari masih malas meninggi. Pas lagi asyik-asyiknya berenang, salah satu temen gue nemuin sebuah benda bulat, tipis, terbuat dari karet yang mengambang di deket tubuhnya. Warna benda itu kuning, sedikit transparan yang dipinggirnya agak melinting. Dengan cepat dia menghampiri gue yang asyik bermain lompat-lompatan dari ujung dermaga.
“Eh, Blong. Nih gue nemu balon.” Ucapnya sambil nunjukin benda itu ke gue.
“Wah, pas banget ini. Kita bisa jadiin bola, terus kita mainin di sini.” Jelas gue seneng.
“Iya, bener. Ya udah, sekarang lu tiup aja. Gue lagi gak bisa niup nih, kerongkongan gue sakit.” pinta dia sambil memasang wajah memelas.


Dengan polosnya gue menurut, mengambil benda itu sambil narik-narik ujungnya biar mudah ditiup, sementara salah satu ujungnya yang lain menempel di bibir gue. Namun pas gue mau tiup, gue merasa ada yang aneh, nih kenapa balon lubang untuk masukin anginnya gede banget, bikin susah buat niupnya. Tapi gue gak ambil pusing, dengan cepat gue berusaha niup balon itu. Lagi, keheranan gue muncul, kok bentuk balonnya agak aneh ya, bentuknya gak bulat utuh tapi malah bulat memanjang, seperti lontong dengan ujungnya ada seperti pentil susu. Gue semakin curiga, ini beneran balon gak sih, tapi pas gue tiup terus, balon itu mulai membentuk bulat meski bentuknya masih kelihatan aneh. Karena gue seneng, dengan bangganya gue tunjukin benda itu ke temen-temen.
“Woiyy…! Lihat nih, gue punya balon.” Ucap gue sambil menggoyang-goyangkan balon yang baru aja berhasil gue tiup.
Seluruh mata memandang ke arah gue. “Balon? Coba lihat.” Tanya salah satu temen gue yang datang menghampiri, yang disusul dengan temen lainnya. “Ih, kok balonnya aneh ya.” Ungkapnya.
“Iya, bentuknya aneh banget. Terus transparan lagi.” Sahut temen gue yang lain.
“Ah, kalian. Kek gak pernah lihat balon aneh dan transparan aja.” ucap gue enteng sambil sedikit bangga.
Di samping gue, temen yang tadi ngasih balon itu senyum-senyum gak jelas. Entah apa yang disembunyikan di dalam otaknya. Tak berapa lama dia pun berucap, “Itu mah bukan balon.”
Gue menatapnya heran. “Lah, kalau bukan balon, terus ini apa?” tanya gue keheranan.


“Itu kondom.” Terangnya. Seketika suasana hening. Kemudian dia tertawa geli. Berselang gak seberapa lama, temen-temen gue yang lain ikut ketawa ngakak, dan gue pun semakin heran, masih gak ngerti dengan keanehan apa yang gue perbuat.
Sampai detik itu, gue masih bertanya-tanya kenapa mereka tertawa. “Kondom itu apaan sih?” tanya gue polos yang semakin keheranan. Maklum, masalah beginian gue emang kurang paham waktu itu. Setelah temen ngejelasin, gue langsung jijik dan mau muntah. “Kampretttt….! Sialan lo, ngerjain gue.”
Seketika balon yang aneh itu gue buang jauh dan mulut bekas niup kondom tadi langsung gue cuci pake air laut tujuh kali. Dalam hati gue berharap, semoga aja gak ada kuman penyakit kelamin yang nempel di bibir gue. Dan itu menjadi pelajaran berharga waktu kecil, sejak kejadian itu pula gue tahu apa itu alat kontrasepsi yang beberapa hari berikutnya banyak gue temuin di pinggir laut, bercampur dengan sampah lainnya.


Dari kejadian itu gue belajar untuk waspada atas apa yang ditawarkan seorang teman. Dan dari situ juga gue belajar untuk memilah-milah teman. Memang sih kata orang kita seharusnya gak pandang teman, gak milih-milih teman. Ya gue setuju, tapi gak ada salahnya juga kalau kita bisa memilah-memilah teman, karena gak semua temen itu punya niatan yang baik. Gak sedikit kan seseorang bisa terjebak dalam kasus narkoba karena salah memilih teman atau jadi pemabuk karena awalnya gak enak kalau disodorin minuman ama temen nongkrong yang suka mabuk. Dan gak sedikit juga kejadian temen makan temen, apalagi pacar ditikung temen #lohh.
Dan berita-berita yang akhir-akhir ini sering muncul di televisi berhubungan dengan remaja yang salah memilih teman, semisal sekumpulan remaja tewas karena menenggak miras oplosan, atau seorang remaja yang mobilnya menabrak kendaraan bermotor hingga tewas karena dicekoki narkoba oleh temannya.


Sebagai orang yang sudah dewasa, seharusnya kita tahu yang mana yang baik dan mana yang buruk, karena semua itu akan menjadi tanggung jawab kita sendiri. Teman bisa membawa kita ke arah yang lebih baik, tapi ada juga yang menggiring kita ke arah yang buruk. Ada pepatah bilang, kalau mau wangi ya bertemanlah dengan penjual minyak wangi, begitupun sebaliknya. Jadi pandai-pandailah memilah teman.

Demikian tulisan gue kali ini, terima kasih sudah mampir dan membaca tulisan singkat ini. Sampai jumpa di tulisan berikutnya. Bye~

One Response so far.

  1. Enkosa says:

    bagus gan,, keren mampir www.enkosa.com

Leave a Reply